Kluthuk … kluthuk ….!!!
Segenggam kerikil melayang dari tanganku mendarat tepat di depan cowok itu.
“Dasar ngekorin aku melulu, capek aku.
Pengecut …. Beranimu hanya lewat sms saja!!”
Begitu pedasnya kalimat itu terucap dari bibirku, mungkin begitu menusuk hatinya.Terik matahari yang begitu menyengat menambah naiknya level emosiku saat itu.Tak kusangka,dengan sabarnya ia membalas perkataanku hanya dengan lontaran senyuman padaku. Kemudian ia balikkan badan dan kembali menuju ke rumah keduanya, kelas X-5. Cewek bertubuh mungil berambut lurus yang sedari tadi berdiri disampingku,tercengang melihat tingkahku memaki cowok itu. Dialah Willy sahabatku,tempatku bercerita segalanya.
“Chi … apa kata-katamu pada Tommy tadi tidak kterlaluan?
Ingat karma, keadaan sekarang bisa berbalik.”
Sedikit nasihat Willy tadi tak kuhiraukan, dengan enteng aku menjawab
“So what ….I believe, it’s impossible(aku percaya,itu tak mungkin).”
* * *
Sendiri dikamar menepis sepinya malam,tak kusangka barusan anganku telah melayang jauh kembali ke memoriam 5 bulan lalu. Saat awal ku mulai album baru di dunia SMA.Banyak orang bilang,SMA ialah dunia dimana insannya mulai akrab dengan cinta. Tapi sampai detik ini mengapa kalimat itu masih tak berlaku untukku,aku tipe cewek yang dingin dan tak mudah tergiur dengan semua itu. Hingga sampailah emosiku pada klimaks puncak.Ada seorang cowok yang menyatakan perasaannya padaku lewat sms. Di sekolahpun dia selalu mengikuti kemanapun aku pergi. Aku merasa risih dan terganggu akan kehadirannya dilembaran hidupku ini. Tak henti-hentinya aku memaki dia, tapi herannya,omelanku padanya tak berpengaruh apa-apa.Baru kali ini ada cowok yang begitu sabar menampung luapan emosiku.Cowok itu bernama Tommy.
Disaat pikiran ini terpusat pada masa laluku, tiba-tiba terdengar alunan lagu dari steps band yang berjudul “It’s the way you make me feel (Itulah caramu membuatku merasa..)”,wow… serasa seperti ada konser singkat dikamarku.Hpku menyanyi meronta ingin ditengok, ada satu pesan pendek masuk di Hpku. Ntah rasa apa ini,rasa aneh ini kembali terjadi,degup jantungku berdesir kencang dan spontan terlintas secerca harapan,berandai sms itu dari Tommy. Aku geli melihat tingkah lakuku sendiri. Akhir-akhir ini memang kucoba untuk berubah,aku mencoba sedikit demi sedikit menghargai Tommy,meski terkadang aku merasa ill feel(sukar),canggung dan kaku. Tapi mengapa lama-lama persaanku jadi berlebihan dari yang aku inginkan. Jadi teringat sekilas nasihat willy dulu, “TIDAK”….. rontaku dalam batin. Ku coba memendam dalam-dalam persepsi itu dan akan kucari kebenarannya. Kuraih ponselku yang terletak di meja belajar. Perasaan memang tak bisa kupungkiri lagi,betapa girangnya hati ini melihat tulisan layar Hpku
“Tommy S.A”
tak lain lagi itu sms dari Tommy. Seolah tubuh ini ingin ku loncat-loncatkan seperti anak balita sebagai luapan rasa gembira.
“Mlam … maaf jka mengangu,aku cuma ingn pnjm bku ctatn b.Ind kmu, aku kmrin gk msuk, bleh ndak?”
Begitulah kira-kira rangkaian huruf dan kata dari Tommy. Kelasku dan kelasnya memang berdampingan aku X-6, dia X-5 terletak pada deretan koridor yang sama. Otomatis guru yang mengajar kami hampir sama, kebetulan mata pelajaran Bahasa Indonesia kami sama-sama di ajar Bu Ina.
“Iya Tom, bsok tk bwain”, balasku singkat.
Ntah kata-kata apa yang pantas aku ucapkan pada Tuhan saat ini, berterima kasih karena sudah memberi kesempatan bertemu dengannya ataukah mengeluh karena sebenarnya aku tak sanggup menatap sorot matanya.
* * *
Teng … teng … teng
Tanda bel istirahat begitu memekakan indera pendengaranku. Aku masih sibuk merapikan buku-buku yang berserakan di meja.
“Jeschinya ada ?”
Terdengar semilir suara sosok yang tak asing lagi ditelinga ini.
“Ehm …ehem… Jeschi …diacariin Tommy lho Chi….cepetan deh ….!!”
Atha,sorai suaranya memperkeruh suasana saja.Cowok satu ini adalah sahabat Tommy yang satu kelas dengan aku dan Willy.Dialah yang menjadi distributor komunikasi antara Tommy dan aku.
“Resek…”
Sahutku ke Atha, dia membalas hanya dnegan mencibir, Ih …ingin ku tarik saja bibirnya itu.
Dengan langkah cepat aku menuju ke Tommy yang sedari berdiri di ambang pintu kelasku.
“Ehem … film kartun Tom and Jeschi (seperti Tom and Jerry) lokal diputar, versi kasmaran euy…”
Sorai teman-teman semakin membuat hati ini ingin meledak. Pandangan mata Tommy, sorot mata itu, sipit tapi tajam. Sedikitpun tak berkedip dan tak beralih. Aku hanya bisa menundukkan kepala dan berkata.
“Ini Tom bukunya, kalalu sudah selesai cepat kembalikan yah ….”
“I…iya”
Dengan tersendat ia menjawab perkataanku, aku hanya bisa menunduk. Tak sedikitpun mata ini punya nyali untuk memandang wajahnya. Secepat halilintar kubalikkan badan dan kembali ke bangkuku. Mata kecil ini melirik ke tempat Tommy beridiri, sepertinya ia juga sudah kembali ke kelasnya. Tak kupedulikan riuh redam sorai teman-teman yang masih terdengar tapi perlahan mulai hilang samar-samar. Willy menghampiri bangkuku.
“Ehem…sepertinya cinta Tommy sudah tak bertepuk sebelah tangan lagi nih…. Bener katakau dulu kan ?”.
“Wah…sepertinya juga begitu wil, nanti tak bilangin ke Tommy ah…”, tiba-tiba Atha ikut nimbrung.
“Apaan sih kalian berdua, sok tau persaanku. Bukankah kalian juga yang menyuruh aku berubah?! Atha ini juga, apanya yang perlu dibilangin ke Tommy?! Udah ah wil, ayo ke kantin ndak usah hirauin Atha resek.”,jawabku sinis.
Kuraih tangan willy dan kuajak ke kantin meinggalkan Atha sendiri.
“He..he…he…Bagaimanapun sorot matamu tak bisa berbohong tentang perasaanmu yang sebenarnya chi…”,teriak Atha padaku sembari tertawa kecil.
Perkataan Atha secara reflek membuat langkah ini semakin gontai sebagai luapan emosi.
* * *
Pesanan jus favorit kami sudah datang, segera kusambar kemasan gelas plastik tipis itu dan kuteguk untuk melepas dahaga sekaligus meredam gejolak emosiku.
“Apa kamu sekarang memang suka sama Tommy Chi?”
Willy mulai membuka percakapan tapi sungguh awal yang membuatku celaka.
“Glek “
Aku tersedak karena terkejut. Untung cairan jus yang menggembung dimulutku tak menyembur keluar.
“Apa Wil? Kamu ini lucu ya, jangan-jangan kamu sudah dicuci otak sama Atha.”
Candaku mencoba membuat suasana agar tak genting dan garing.
“Begini, apa yang kalian lihat tadi semata-mata karena aku ingin merubah sikapku dan menebus kekasaranku pada Tommy dulu. Aku sadar, dulu aku memang keterlaluan. Kalau dipikir apa salahnya Tommy mencintai aku, bukankah setiap manusia itu punya hak untuk mencintai siapapun, hati itu tak bisa dipaksa.”,tuturku sok bijaksana, berharap willy percaya.
“Ya…aku suka itu, ini baru Jeschi yang dewasa.”
Dengan lembut Willy membalas tuturku.Lega ….teriakku dalam hati. Aku hanya membalas pujian willy dengan senyuman manis.
* * *
Seperti malam-malam biasanya,usai belajar jari-jari kecilku sibuk berkutat dengan keypad Hpku membalas pesan pendek dari seseorang yang tlah berhasil membuat hati ini benar-benar tertarik,dialah Tommy (dengan sadar aku nyatakan itu semua).
Tommy memang pandai mencari topik pembicaraan yang positif sehingga membuatku nyaman dan tertarik komunikasi dengannya. Tapi kali ini topik yang dibahas begitu menyimpang dari biasanya,membuat otak ini berputar untuk menjawab pertanyaannya.SKAKMAT !!,mampus diriku.
”Tommy menanyaiku tentang persaanku?” tanyaku dalam hati.
Dia mengiba tentang penantian panjangnya selama ini. Kasihan juga, tapi sepertinya egoku lebih menguasai hasrat dalam diri ini.INGAT JESCHI !!, tidak boleh ada yang tau perasaanmu yang konyol dan menggelikan ini.Kuputuskan dengan langkah mantap,aku akan tetap menyembunyikan ini semua. Bagaimanapun Tommy mencoba memancingku,tetap tak bisa terkuak. Mungkin aku terlalu pandai mengelak .Yes…berhasil !!!,hatiku bersorai.
* * *
Siang terik, bel pulang sekolah berdenting lantang. Rasa semangat dan malas untuk pulang bercampur aduk memadu satu. Bagaimana tidak, pulang sih semangat, tapi …sinar menyengat sang mentari itulah yang membuatku enggan,apalagi hari ini aku bawa sepeda mini.Kulangkahkan kakiku berdampingan dengan Willy menuju tempat parkir sekolah.Di teras mushola sekolah bersandarlah dua makhluk yang begitu ku kenal. Tommy dan Atha, baru kusadari Tuhan menciptakan mereka berdua layaknya saudara kembar. Kamanapun selalu bersama, ditambah lagi postur tubuh mereka berdua yang sulit menemukan bedanya alias sama persis. Hanya saja wajah Tommy peranakan Chinese sedangan Atha Jawa tulen,sama-sama tampan. Dua insan itu melontarkan seribu senyuman padaku dan Willy. Begitu munafiknya diri ini. Aku hanya terdiam menunjukkan raut muka tak peduli meski sebenarnya hati ini berdesir hebat melihat sosok disamping Atha. Willy merespon mereka dengan senyum kecil. Aku hanya berdesis pelan berkata “Aneh”.Sesampai di tempat parkir aku begitu leluasa memandangi setiap penjuru,dan akhirnya kutemukan sepeda feminim berwarna biru,itulah sepedaku.Mataku terbelalak ketika kudapati sepeda kombinasi warna merah dan hitam berdiri gagah di samping sepadaku.
“ARRGHH…”, teriakku lantang membuatku menjadi pusat perhatian insan yang berada di tempat parkir saat itu. Secepat kilat Willy menghampiriku dengan hati penuh Tanya. Kujelaskan sebab musebab mengapa aku histeris.Di boncengan belakang sepedaku dan di ban belakang sepeda Tommy telah melingkar sebuah kunci selang plstik berwarna merah.
”Aku tak bisa pulang”,rengekku bak anak bayi. Tak salah lagi ini pasti ulah duo resek. Pantas saja mereka tadi senyam-senyum nggak jelas. Ternyata ini yang mereka sembunyikan, gerutuku dalam hati.
Mataku jelalatan menyusuri koridor demi koridor bangunan megah ini mencari sosok Tommy atau pun Atha. Langkahku dan Willy tiba-tiba terhenti.Kami saling berpandangan,kemudian mata kami tertuju pada salah satu ruangan,“KELAS X-5”.
Praduga kami, Tommy dan Atha berada pada ruangan itu. Perlahan aku dan Willy melangkah maju menuju rumah kedua Tommy. Anehnya, suasana kelas ini sepi. Hanya semilir angin yang terdengar gemerisik menyentuh kalbu.Aku dan Willy mencoba memasuki ruangan itu. Satu langkah…dua langkah…tiga langkah…
“JEGREK”, refleks kami berdua terjingkat-jingkat dan menoleh kearah pintu.Telah berdiri dua sosok kembar tapi beda, ternyata mereka tadi sembunyi di balik daun pintu.
.
“O…bagus ya...jadi sekarang pintu kelas X-5 otomatis, ck…ck…ck..canggih benar, hampir buat jantungku copot.”
Willy membuka suara dengan intonasi tinggi menandakan cewek satu ini sedang naik darah akibat ulah si kembar. Aku hanya diam tak berkutik, memikirkan apa yang akan terjadi setelah ini.Sial, sepandai-pandainya tupai melompat, pasti jatuh juga.Mungkin itulah peribahasa yang tepat untukku sekarang.Aku yakin ini bagian dari rencana untuk membuatku membuka mulut tentang perasaanku yang sebenarnya. Di sela kebingunganku,tiba-tiba Atha berinisiatif mengajak Willy keluar meninggalkan aku dan Tommy. Aku tak sanggup jika harus hanya berdua diruangan ini. Jangan ajak pergi Willy…jangan….batinku meronta.
“Jangan Tha, biar kamu dan willy tetap disini saja”,pinta Tommy seolah memahami isi hatiku.
“Terimakasih Tom, sudah mengerti aku.”
Aku yang sedari tadi diam seribu bahasa baru ikut bersuara tapi kepala ini serasa berat untuk ditegakkan. Hening…kami berempat mulai ambil posisi duduk yang tepat.Aku duduk tertunduk lesu di banjar kedua dari pintu masuk bangku paling depan. Willy dan Atha duduk di bangku samping kiri dan kananku, sedangkan Tommy berdiri tepat didepanku. Deg…deg…deg…, detak nadi ini begitu terasa.Pasrah…air mata ini serasa telah membendung dan hampir menentes. Atha dan Willy hanya membisu menyaksikan kami.
“Chi, aku minta maaf, bukan maksudku membuat kamu tersiksa dalam keadaan seperti ini. Lihat aku chi, berbulan-bulan aku merasakan perasaan ini, hanya kamu ..aku coba terus bertahan meski responmu begitu kelam. Tapi, akhir-akhir ini kamu meresponku dengan baik. Aku bingung apakah ini hanya tipu muslihatmu atau benar-benar ketulusan dari hatimu. Aku takut disaat aku begitu terlena ternyata semua itu hanya harapan kosong yang kau beri. Aku ingin kepastian darimu…”
Pelan dan lembut tutur kata Tommy,mungkin takut melukai persaanku.Kucoba mendongakkan kepalaku,menatap sorot mata Tommy,rasanya seperti menatap banyangan diri sendiri pada cermin fatamorgana.Aku jadi tersipu, tapi kucoba pertahankan pandanganku.
“Hemh,”
Aku menghela nafas pajang, ku persiapkan mental untuk menjawab semua keresahan Tommy. Slama ini.
“Begini, aku sendiri bingung dengan yang aku rasakan akhir-akhir ini degup jantungku serasa tak beraturan ketika mendengar dan merasa akan kehadiranmu didekatku. Ketika aku dapat sms atau telepon, baru kali ini aku menorehkan secerca harapan, berharap itu dari seseorang dan seseorang itu ialah kamu Tom. Aku menyadari ternyata beginikah cinta, aku pun sadar, sebenarnya aku merasakan apa yang kamu rasakan padaku. Sayangnya aku lebih menomorsatukan egoku, aku malu jika perasaan ini terungkap, karena aku dulu sangat membencimu. Maafkan aku tlah membuatmu terjerat dalam ketidak pastian.”
Semua tercengang mendengar pernyataanku,lebih-lebih Tommy.
“Harusnya kamu singkirkan jauh-jauh persepsi picik itu chi, tak ada yang salah. Tak perlu ada yang dirasa memalukan, semua terjadi atas kehendakNya.Lihatlah disini,toh tak ada satu pun yang menertawakan kamu.”
Sungguh sejuk kata-kata Tommy, membuat hati ini begitu tentram.Membuat harga diriku yag telah jatuh terinjak seolah terangkat kembali.
“Satu lagi alasanku tak mau mengungkapkan perasaan ini, karena aku tak mau kamu mengajak aku untuk membuat petalian yang mengikat kita pada suatu hubungan.Karena aku merasa belum siap dan masih terlalu dini untuk menjalani itu semua.Mengertikah maksudku?”, tanyaku pada Tommy.
“Aku mengerti chi, aku takkan mengajak kamu berpacaran,aku sendiri pun masih merasa asing dengan kata itu kok,yang aku butuhkan hanya kepastian.Aku mengerti responmu saja aku sudah seperti orang paling bahagia saat ini. Memang benar kok kamu. Aku lebih setuju jika rasa ini dipadukan dalam kesetiaan persahabatan yang mungkin akan terjalin lebih kekal.”,begitu bijaksana. lantunan kalimat dari cowok ini,desahku dalam hati
.
“Setuju !!”, teriak Atha dan Willy serentak memecah kaheningan,sedangkan aku hanya merespon dengan senyum kecil.Akhirnya usai sudah sidang siang ini. Kami berempat berjalan menuju parkir. Tommy membuka kunci yang mengikat satu sepeda kami.Kupandang dalam-dalam kunci mungil itu,,terlintas dalam pikiran ini,gara-gara kunci itu aku terpaksa mengungkapkan semua, tapi gara-gara kunci itu juga aku sekarang merasa lega tanpa beban. Tak ada yang perlu disembunyikan lagi. Rencana Tuhan memang begitu indah.
Dikutip dari "My Real Story in SMP" ahaha... :D
0 komentar:
Posting Komentar